Buku ini ditulis oleh Jalaluddin Rakmat dan diterbitkan oleh Mizan, Bandung pada tahun 2012. Buku ini terdiri dari 162 halaman dan 32 pembahasan. Jalaluddin Rakhmat, dikenal sebagai cendikiawan Islam dan ahli komunikasi, maka tak heran semua buku-buku atau tulisan yang beliau tulis begitu mudah dipahami dan sangat aktual.
Buku ini disusun berdasarkan keinginan penulis untuk membumikan Al-Qur'an. Membuat Al-Qur'an agar lebih dekat dalam kehidupan orang-orang yang beragama Islam. Metode yang digunakan adalah Tafsir Bil Ma’tsur yaitu menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, atau dengan mengutip sabda Rasulullah saw., ucapan para sahabat, dan tabi’in. Dengan berdasarkan tiga hal; (1) otentisitas, kesahahihan hadits; (2) relevansi, kaitannya dengan pesan moral yang dikandung ayat Al-Qur'an; dan (3) aktualisasi, kaitan pesan moral itu dengan keadaan umat Islam sekarang.
Inilah tulisan yang lahir dari butir-butir air mata yang jatuh ketika melihat gadis belia yang memeluk Al-Qur'an, anak-anak kecil yang memesonakan kita dengan qira'at mereka, para remaja yang dengan tekun menggali hikmah Al-Qur'an, orang-orang tua yang mencium Al-Qur'an setelah membacanya, dan para cendekiawan Muslim yang tengah berjuang untuk membumikan Al-Qur'an. Dalam resensi berikut, saya hanya mencantumkan beberapa dari pembahasan buku ini, sekiranya kita dapat memperoleh manfaat dan pembelajaran yang sangat bermakna. Insya Allah!
Masuklah dalam Perlindunganku
Al-Fakhr al-Razi meriwayatkan kejadian yang dialami seorang penceramah. Pada satu pertemuan ia berkata, “Apabila seseorang bermaksud untuk bersedekah, 70 setan akan datang. Mereka akan bergelantungan pada tangan dan kakinya, merintanginya untuk bersedekah.’ Ketika mendengar ini, seseorang diantara hadirin berkata, “Akan kuperangi 70 setan itu.’
Kemudian ia meninggalkan masjid, kembali ke rumahnya, dan mengisi kantong kainnya dengan gandum. Ia bertekad untuk menyedekahkan gandum itu. Istrinya datang, mengajaknya bertengkar, dan melawannya hingga gandum itu berceceran. Laki-laki itu kembali ke masjid dengan tangan hampa. Penceramah bertanya, “Apa yang telah Anda lakukan?’ Ia menjawab. “Saya berhasil mengalahkan 70 setan. Tetapi, induknya datang. Ia berhasil mengalahkanku” (Al-Fakhr al-Razi 1:95).
Peristiwa ini mungkin hanya sebuah parodi. Al-Fakhr al-Razi ingin menegaskan bahwa ada dua macam setan: yang tampak dan yang tersembunyi. Kadang-kadang setan yang kelihatan lebih berat untuk dilawan. Setan jenis kedua ini mungkin berupa istri/suami, anak-anak, kawan sekantor, atau tetangga. Kekuatan mereka boleh jadi 70 kali lebih besar dari kekuatan setan yang tidak kelihatan.
Anehnya, tidak jauh dari kisah di atas, Al-Fakhr al Razi juga membedakan dua macam musuh: musuh lahir dan musuh batin. Memerangi musuh batin jauh lebih berat. Musuh lahir biasanya berkenaan dengan harta dunia; musuh batin menyangkut agama dan keyakinan. Kalau kita kalah melawan musuh lahir, kita mendapat pahala. Kalau mati dalam perlawanan itu, kita mati syahid. Apabila musuh batin mengalahkan kita, kita jatuh dalam kebinasaan. Untuk melawan musuh batin, dengan lidah dan kalbu kita harus selalu mengucapkan, “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk”.
Setan lahir menyerang kita di rumah, di tempat kerja, di jalan-jalan, atau di medan pertempuran. Setan batin menyerbu langsung ke dalam kalbu kita. Karena hati lebih luas daripada langit dan bumi, pertempuran melawan setan batin jauh lebih dahsyat daripada perang lahir. Inilah jihad akbar melawan setan besar. Keberhasilan mengusir setan besar, kita akan mempunyai qalbun salim (hati yang bersih, sehat dan selamat dari akidah yang fasik dan akhlak yang tercela).
Puisinya Mukmin Hatinya Kafir
Pada masa Bani Israil, ada suatu negeri yang diperintah oleh penguasa zalim. Musa a.s beserta pengikutnya bermaksud menggulingkan kekuasaanya dan menggantikannya dengan pemerintahan yang adil. Di negeri itu, ada seorang ulama, namanya Bal’am bin Ba’ura. Ia telah banyak mempelajari ayat-ayat Allah. Konon, ia mengetahui asma Allah yang agung. Apabila ia berdoa dengan asma itu, doanya pasti makbul.
Ketika sampai berita bahwa Musa a.s akan menyerang, elit penguasa datang menemui Bal’am. Mereka berkata, “Musa itu orang baru. Tetapi, ia mempunyai pasukan yang besar. Ia mungkin menghancurkan kami. Tolong sampaikan doa kepada Allah supaya kami dapat mengalahkan Musa dan para pengikutnya.”
Dalam urusan kenegaraan, spesialisasi Bal’am memang berdoa. Ia berdoa untuk kesejahteraan raja. Ia berdoa untuk kejayaan tentara. Ia berdoa untuk keberhasilan delegasi ke luar negeri. Tetapi kali ini, ia keberatan, “Musa dan para pengikutnya itu orang-orang saleh. Aku terlarang mendoakan kecelakaan atas mereka.”
Orang-orang mendesak juga. Mereka mendesak dengan jaminan hadiah yang besar dan ancaman kehilangan posisi penting. Bal’am kalah. Ia mulai menyampaikan doa. Tetapi, setiap kali berdoa untuk kekalahan Musa, dari mulutnya keluar doa untuk kemenangan Musa. Ketika berdoa untuk kejayaan kaumnya, yang keluar malah doa untuk kehancuran mereka.
Akhirnya, ia berkata, “Lidahku tidak dapat berdoa selain yang tadi. Kalau aku berdoa untuk kekalahan mereka, doaku tidak akan diterima. Aku punya nasihat. Aku tunjukkan kepada kalian cara untuk menghancurkan mereka. Allah membenci zina. Karena zina mereka akan binasa. Kirimkan perempuan-perempuan kepada mereka. Mudah-mudahan mereka berzina dan sesudahnya mereka akan binasa”.
Seperti yang direncanakan Bal’am, banyak diantara tentara Musa a.s berbuat zina. Tuhan menurunkan penyakit kepada mereka. Ribuan binasa. Boleh jadi, inilah biochemical warfare (perang kimia) yang pertama. Tentang tokoh Bal’am, Allah berfirman dalam (Q.S Al-A’raf 175-176). Bal’am, dalam literatur Islam, menjadi simbol alim yang bekerja sama dengan tiran. Ia menggunakan agama untuk menopang penindasan. Ia mengetahui ayat-ayat Allah, tetapi sangat mencintai dunia, sehingga ruhaninya tidak melesat ke tempat tinggi, dan cuma menetap di bumi.
Berkawan demi Bisnis
Uqbah bin Abi Mu’ith adalah pengusaha multinasional. Pada musim panas, ia berdagang ke negara-negara sebelah utara (Syam). Pada musim dingin, ia berniaga di negara-negara sebelah selatan (Yaman). Berkenaan dengan kebiasaan Uqbah dan Kawan-kawannya, ayat ini turun.
“Karena persatuan Quraisy. Persatuan mereka dalam perdagangan mereka di musim dingin dan musim panas” (Q.S. Al-Quraisy: 1-2)
Ia mempunyai kawan bisnis, Ubayy bin Khalaf. Setiap pulang dari perjalanan bisnisnya, ia mengadakan resepsi syukuran di rumahnya. Ia mengundang tokoh-tokoh masyarakat. Pada salah satu perhelatan, Rasulullah saw. berada di antara tetamu undangan. Ketika makanan disajikan kepadanya, Nabi Saw berkata, “Saya tidak akan memakan hidangan Anda, sebelum Anda bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya”. Di depan semua orang, Uqbah mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia sudah masuk Islam.
Ubayy bin Khalaf mendengar berita itu. Ia menegur Uqbah karena apa yang dilakukannya dalam perhelatan. “Kamu sudah rusak, hai Uqbah”. Kata Ubayy. Uqbah berhelah, “Demi Allah aku tidak rusak. Tetapi, di rumahku ada tamu. Ia tidak mau makan makananku sebelum aku bersaksi di hadapannya. Aku malu kalau dia sampai keluar dari rumahku dan tidak makan makananku. Aku ucapkan kesaksianku dan ia makan.
“Aku tidak rela. Aku tidak ingin berserikat lagi denganmu, hingga kamu menyatakan keluar dari agama Muhammad. Nyatakan itu di depan Muhammad. Caci-maki dia di depan orang banyak. Ludahi wajahnya”. Ubayy memperingati dia. Sebagai orang bisnis, tidak ada yang paling ditakuti Ubayy selain kerugian.
Ia mengukur setiap kegiatan dari rasio untung rugi, cost benefit ratio. Bukankah ia menyelenggarakan perhelatan pun dalam rangka bisnis? Bukankah tokoh-tokoh yang diundang untuk membina relasi? Ia tidak mempunyai ideologi atau agama. Ia tidak peduli orang mau masuk agama apa pun, asalkan kepentingan bisnisnya teramankan.
Ia segera menemui Rasulullah saw., ia menyatakan keluar dari Islam. Ia meludahi wajah Nabi Saw yang mulia di hadapan para sahabatnya. Nabi Saw berkata, “kelak engkau akan keluar dari bukit sebelah itu, dan aku akan menyambutmu dari bukit sebelah itu. Waktu itu engkau akan menyesali perbuatanmu”. Dalam riwayat yang lain dikatakan, “ludahnya kembali ke wajahmu dan membakar pipinya.” Ia menyimpan bekas luka terbakar itu sampai matinya.
Ia termasuk yang ditawan dalam Perang Uhud. Dalam keadaan terbelenggu, lehernya dipancung. Seperti kata Nabi saw., ia menyesali perbuatannya. Ia juga menyesali karena telah mengikuti kawan bisnisnya dan mengabaikan hubungan baiknya dengan Rasulullah saw., sebagai peringatan bagi siapa saja yang mengutamakan kepentingan bisnis di atas agama, Allah mengabadikan peristiwa Uqbah itu di dalam (Q.S. Al-Furqan: 27-29).
Anjuran Subjektif Resentor
Jalaluddin Rakhmat adalah salah satu tokoh Syi'ah terbesar di Indonesia. Namun kita sebagai pembaca buku harus berpikiran terbuka terhadap pemikiran beliau, jangan langsung mengaitkan bahwa Jalaluddin Rakhmat akan menyisipkan ajaran Syiah di setiap tulisan atau bukunya sehingga mengakibatkan phobia. Seorang pembaca buku sejati atau sebagai kaum milenial yang memiliki sikap skeptis dan kritis, harus berani tenggelam pada setiap bacaan, bukan sebagai konsumen tapi sebagai pengkritik atau produsen gagasan baru.
Buku ini disusun berdasarkan keinginan penulis untuk membumikan Al-Qur'an. Membuat Al-Qur'an agar lebih dekat dalam kehidupan orang-orang yang beragama Islam. Metode yang digunakan adalah Tafsir Bil Ma’tsur yaitu menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, atau dengan mengutip sabda Rasulullah saw., ucapan para sahabat, dan tabi’in. Dengan berdasarkan tiga hal; (1) otentisitas, kesahahihan hadits; (2) relevansi, kaitannya dengan pesan moral yang dikandung ayat Al-Qur'an; dan (3) aktualisasi, kaitan pesan moral itu dengan keadaan umat Islam sekarang.
Inilah tulisan yang lahir dari butir-butir air mata yang jatuh ketika melihat gadis belia yang memeluk Al-Qur'an, anak-anak kecil yang memesonakan kita dengan qira'at mereka, para remaja yang dengan tekun menggali hikmah Al-Qur'an, orang-orang tua yang mencium Al-Qur'an setelah membacanya, dan para cendekiawan Muslim yang tengah berjuang untuk membumikan Al-Qur'an. Dalam resensi berikut, saya hanya mencantumkan beberapa dari pembahasan buku ini, sekiranya kita dapat memperoleh manfaat dan pembelajaran yang sangat bermakna. Insya Allah!
Masuklah dalam Perlindunganku
Al-Fakhr al-Razi meriwayatkan kejadian yang dialami seorang penceramah. Pada satu pertemuan ia berkata, “Apabila seseorang bermaksud untuk bersedekah, 70 setan akan datang. Mereka akan bergelantungan pada tangan dan kakinya, merintanginya untuk bersedekah.’ Ketika mendengar ini, seseorang diantara hadirin berkata, “Akan kuperangi 70 setan itu.’
Kemudian ia meninggalkan masjid, kembali ke rumahnya, dan mengisi kantong kainnya dengan gandum. Ia bertekad untuk menyedekahkan gandum itu. Istrinya datang, mengajaknya bertengkar, dan melawannya hingga gandum itu berceceran. Laki-laki itu kembali ke masjid dengan tangan hampa. Penceramah bertanya, “Apa yang telah Anda lakukan?’ Ia menjawab. “Saya berhasil mengalahkan 70 setan. Tetapi, induknya datang. Ia berhasil mengalahkanku” (Al-Fakhr al-Razi 1:95).
Peristiwa ini mungkin hanya sebuah parodi. Al-Fakhr al-Razi ingin menegaskan bahwa ada dua macam setan: yang tampak dan yang tersembunyi. Kadang-kadang setan yang kelihatan lebih berat untuk dilawan. Setan jenis kedua ini mungkin berupa istri/suami, anak-anak, kawan sekantor, atau tetangga. Kekuatan mereka boleh jadi 70 kali lebih besar dari kekuatan setan yang tidak kelihatan.
Anehnya, tidak jauh dari kisah di atas, Al-Fakhr al Razi juga membedakan dua macam musuh: musuh lahir dan musuh batin. Memerangi musuh batin jauh lebih berat. Musuh lahir biasanya berkenaan dengan harta dunia; musuh batin menyangkut agama dan keyakinan. Kalau kita kalah melawan musuh lahir, kita mendapat pahala. Kalau mati dalam perlawanan itu, kita mati syahid. Apabila musuh batin mengalahkan kita, kita jatuh dalam kebinasaan. Untuk melawan musuh batin, dengan lidah dan kalbu kita harus selalu mengucapkan, “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk”.
Setan lahir menyerang kita di rumah, di tempat kerja, di jalan-jalan, atau di medan pertempuran. Setan batin menyerbu langsung ke dalam kalbu kita. Karena hati lebih luas daripada langit dan bumi, pertempuran melawan setan batin jauh lebih dahsyat daripada perang lahir. Inilah jihad akbar melawan setan besar. Keberhasilan mengusir setan besar, kita akan mempunyai qalbun salim (hati yang bersih, sehat dan selamat dari akidah yang fasik dan akhlak yang tercela).
Puisinya Mukmin Hatinya Kafir
Pada masa Bani Israil, ada suatu negeri yang diperintah oleh penguasa zalim. Musa a.s beserta pengikutnya bermaksud menggulingkan kekuasaanya dan menggantikannya dengan pemerintahan yang adil. Di negeri itu, ada seorang ulama, namanya Bal’am bin Ba’ura. Ia telah banyak mempelajari ayat-ayat Allah. Konon, ia mengetahui asma Allah yang agung. Apabila ia berdoa dengan asma itu, doanya pasti makbul.
Ketika sampai berita bahwa Musa a.s akan menyerang, elit penguasa datang menemui Bal’am. Mereka berkata, “Musa itu orang baru. Tetapi, ia mempunyai pasukan yang besar. Ia mungkin menghancurkan kami. Tolong sampaikan doa kepada Allah supaya kami dapat mengalahkan Musa dan para pengikutnya.”
Dalam urusan kenegaraan, spesialisasi Bal’am memang berdoa. Ia berdoa untuk kesejahteraan raja. Ia berdoa untuk kejayaan tentara. Ia berdoa untuk keberhasilan delegasi ke luar negeri. Tetapi kali ini, ia keberatan, “Musa dan para pengikutnya itu orang-orang saleh. Aku terlarang mendoakan kecelakaan atas mereka.”
Orang-orang mendesak juga. Mereka mendesak dengan jaminan hadiah yang besar dan ancaman kehilangan posisi penting. Bal’am kalah. Ia mulai menyampaikan doa. Tetapi, setiap kali berdoa untuk kekalahan Musa, dari mulutnya keluar doa untuk kemenangan Musa. Ketika berdoa untuk kejayaan kaumnya, yang keluar malah doa untuk kehancuran mereka.
Akhirnya, ia berkata, “Lidahku tidak dapat berdoa selain yang tadi. Kalau aku berdoa untuk kekalahan mereka, doaku tidak akan diterima. Aku punya nasihat. Aku tunjukkan kepada kalian cara untuk menghancurkan mereka. Allah membenci zina. Karena zina mereka akan binasa. Kirimkan perempuan-perempuan kepada mereka. Mudah-mudahan mereka berzina dan sesudahnya mereka akan binasa”.
Seperti yang direncanakan Bal’am, banyak diantara tentara Musa a.s berbuat zina. Tuhan menurunkan penyakit kepada mereka. Ribuan binasa. Boleh jadi, inilah biochemical warfare (perang kimia) yang pertama. Tentang tokoh Bal’am, Allah berfirman dalam (Q.S Al-A’raf 175-176). Bal’am, dalam literatur Islam, menjadi simbol alim yang bekerja sama dengan tiran. Ia menggunakan agama untuk menopang penindasan. Ia mengetahui ayat-ayat Allah, tetapi sangat mencintai dunia, sehingga ruhaninya tidak melesat ke tempat tinggi, dan cuma menetap di bumi.
Berkawan demi Bisnis
Uqbah bin Abi Mu’ith adalah pengusaha multinasional. Pada musim panas, ia berdagang ke negara-negara sebelah utara (Syam). Pada musim dingin, ia berniaga di negara-negara sebelah selatan (Yaman). Berkenaan dengan kebiasaan Uqbah dan Kawan-kawannya, ayat ini turun.
“Karena persatuan Quraisy. Persatuan mereka dalam perdagangan mereka di musim dingin dan musim panas” (Q.S. Al-Quraisy: 1-2)
Ia mempunyai kawan bisnis, Ubayy bin Khalaf. Setiap pulang dari perjalanan bisnisnya, ia mengadakan resepsi syukuran di rumahnya. Ia mengundang tokoh-tokoh masyarakat. Pada salah satu perhelatan, Rasulullah saw. berada di antara tetamu undangan. Ketika makanan disajikan kepadanya, Nabi Saw berkata, “Saya tidak akan memakan hidangan Anda, sebelum Anda bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya”. Di depan semua orang, Uqbah mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia sudah masuk Islam.
Ubayy bin Khalaf mendengar berita itu. Ia menegur Uqbah karena apa yang dilakukannya dalam perhelatan. “Kamu sudah rusak, hai Uqbah”. Kata Ubayy. Uqbah berhelah, “Demi Allah aku tidak rusak. Tetapi, di rumahku ada tamu. Ia tidak mau makan makananku sebelum aku bersaksi di hadapannya. Aku malu kalau dia sampai keluar dari rumahku dan tidak makan makananku. Aku ucapkan kesaksianku dan ia makan.
“Aku tidak rela. Aku tidak ingin berserikat lagi denganmu, hingga kamu menyatakan keluar dari agama Muhammad. Nyatakan itu di depan Muhammad. Caci-maki dia di depan orang banyak. Ludahi wajahnya”. Ubayy memperingati dia. Sebagai orang bisnis, tidak ada yang paling ditakuti Ubayy selain kerugian.
Ia mengukur setiap kegiatan dari rasio untung rugi, cost benefit ratio. Bukankah ia menyelenggarakan perhelatan pun dalam rangka bisnis? Bukankah tokoh-tokoh yang diundang untuk membina relasi? Ia tidak mempunyai ideologi atau agama. Ia tidak peduli orang mau masuk agama apa pun, asalkan kepentingan bisnisnya teramankan.
Ia segera menemui Rasulullah saw., ia menyatakan keluar dari Islam. Ia meludahi wajah Nabi Saw yang mulia di hadapan para sahabatnya. Nabi Saw berkata, “kelak engkau akan keluar dari bukit sebelah itu, dan aku akan menyambutmu dari bukit sebelah itu. Waktu itu engkau akan menyesali perbuatanmu”. Dalam riwayat yang lain dikatakan, “ludahnya kembali ke wajahmu dan membakar pipinya.” Ia menyimpan bekas luka terbakar itu sampai matinya.
Ia termasuk yang ditawan dalam Perang Uhud. Dalam keadaan terbelenggu, lehernya dipancung. Seperti kata Nabi saw., ia menyesali perbuatannya. Ia juga menyesali karena telah mengikuti kawan bisnisnya dan mengabaikan hubungan baiknya dengan Rasulullah saw., sebagai peringatan bagi siapa saja yang mengutamakan kepentingan bisnis di atas agama, Allah mengabadikan peristiwa Uqbah itu di dalam (Q.S. Al-Furqan: 27-29).
Anjuran Subjektif Resentor
Jalaluddin Rakhmat adalah salah satu tokoh Syi'ah terbesar di Indonesia. Namun kita sebagai pembaca buku harus berpikiran terbuka terhadap pemikiran beliau, jangan langsung mengaitkan bahwa Jalaluddin Rakhmat akan menyisipkan ajaran Syiah di setiap tulisan atau bukunya sehingga mengakibatkan phobia. Seorang pembaca buku sejati atau sebagai kaum milenial yang memiliki sikap skeptis dan kritis, harus berani tenggelam pada setiap bacaan, bukan sebagai konsumen tapi sebagai pengkritik atau produsen gagasan baru.
0 Komentar