“Sesungguhnya Shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (QS Al-Ankabut [29]:45)
Dalam resensi kali ini, resentor ingin mengantar kepada pembaca tentang apa esensi dari shalat dan apakah benar shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, atau bagaimanakah keadaan shalatnya para pendahulu kita mulai dari zaman nabi Muhammad Saw yang umatnya diperintahkan untuk shalat 5 kali dalam sehari, pertanyaannya untuk apakah kita shalat?.
Kata “shalat” memiliki akar kata yang sama dan memiliki hubungan makna dengan kata “shilah” yang bermakna “hubungan”. (contohnya, shilah al- rahim” bermakna “silaturahmi” atau “hubungan kasih sayang”.) dalam kaitannya dengan kata “shilah” ini, shalat bermakna medium hubungan manusia dengan Allah Swt.
Shalat yang Sebenarnya
Mengapa tak jarang kita lihat orang yang tampak rajin menjalankan, bahkan shalat berjamaah di masjid-masjid, tak memiliki akhlak yang dapat dicontoh? Apakah Allah Swt. telah melakukan kekeliruan ketika menyatakan bahwa Innash-shalata tanha ‘anil fakhsya’i wal-munkar (sesungguhnya Shalat itu dari perbuatan keji dan munkar (QS Al-Ankabut [29]:45). Apakah salah Rasul-Nya ketika menyatakan bahwa “jika shalat seorang baik, baiklah semua amalnya?"
Bagaimana Shalat dapat Mencegah dari Perbuatan Keji dan Mungkar
Banyak diantara saudara-saudara kita yang katanya Islam tetapi tidak mengerjakan shalat dengan berbagai macam alasan dan pendapat yang salah satunya adalah banyak diantara umat Islam di Indonesia yang melihat orang-orang yang rajin beribadah tetapi tetap melakukan kejahatan, korupsi dan sebagainya. Pertanyaannya adalah apakah shalat kita sesuai dengan syariat atau shalat hanya kita artikan sebagai sebuah gerakan-gerakan yang di tiap gerakannya tidak mempunyai arti sama sekali.
Shalat adalah upaya hambanya untuk lebih mendekatkan diri dan selalu menghadirkan Allah Swt di setiap perilaku kesehariannya, dan jika seorang telah dipenuhi dengan kehadiran Allah Swt, maka tak akan ada lagi tempat bagi sesuatu yang lain, yang tidak sejalan dengan kehendak Allah Swt. Yakni tak ada lagi kecenderungan untuk melakukan perbuatan keji dan mungkar. Bahkan dalam Al-Qur’an dan Hadits pun selalu mengingatkan kita bahwa Shalat adalah penentu, ketika shalat kita benar maka semua kebaikan yang kita lakukan akan benar pula begitupun sebaliknya.
Shalat merupakan tingkat fokus yang tertinggi untuk mengingat Allah Swt. Jika dalam shalat terpikirkan sesuatu yang lain selain Allah swt, maka sudah pasti shalat kita tidak akan menghantarkan kita kepada jalan yang benar. Atau pakaian yang kita kenakan dalam melaksanakan shalat diperoleh dengan cara yang tidak halal, itu juga akan berakibat shalat kita masih belum bisa menghantarkan kita ke jalan yang benar.
Shalat dan Keharusan Khusyuk
Ada komponen-komponen yang dapat mengantarkan kita dalam kekhusyuan yaitu berwudhu secara lahiriah dan batiniah. Lahiriyah adalah membasuh anggota badan dengan air sedangkan yang dimaksud dengan wudhu secara batiniyah ialah, dengan tobat, penyesalan atas dosa masa lalu, meninggalkan ketergantungan pada dunia, meninggalkan pujian para makhluk, meninggalkan keterikatan pada benda-benda, meninggalkan kedengkian, meninggalkan hasad.
“Setelah itu, barulah aku menuju masjid, siap untuk mengerjakan shalat. Pada saat menghadap ke kiblat, aku melihat diriku sebagai seorang hamba yang selalu bergantung kepada Tuhannya. Seakan-akan aku berada di hadapan Allah Swt, dan surga berada di sebelah kananku, neraka di sebelah kiriku, sementara Izrail berada di belakangku, dan seakan-akan kedua kakiku berada di atas jembatan shirah dan shalatku ini adalah shalat terakhirku. Setelah itu, barulah aku berniat, mengucapkan takbir yang suci, membaca al-Fatihah dan surah dengan penuh pemikiran dan renungan. Kemudian aku ruku’ dengan penuh kerendahan diri dan khusyuk. Demikian pula halnya ketika aku bersujud. Lalu aku baca tasyah-hud dengan penuh harapan, dan akhirnya kuucapkan salam dengan keikhlasan. Begitupun, aku selalu meyakinkan diriku bahwa shalatku tidak diterima oleh Allah Swt. Aku telah mengerjakan shalat seperti ini selama 30 Tahun”
Begitu pentingnya shalat dalam kehidupan kita. Ketika shalat kita diterima oleh Allah Swt, maka akan diterima pula lah kebaikan-kebaikan lainnya. Sadarilah bahwa beribadah adalah sarana kita menyampaikan rasa syukur kita kepada Allah Swt. Dalam hal ini, ambillah teladan Nabi Saw. Diriwayatkan, misalnya suatu kali Bilal shalat subuh bersama Nabi Saw dan melihat beliau menangis dalam shalatnya. Bilal pun bertanya. “ mengapa anda menangis? Inilah jawaban lugas beliau, tidakkah selayaknya aku menjadi hamba yang bersyukur?
0 Komentar